Selasa, 28 Juli 2020

Nenek Toyo Shibata

NENEK TOYO SHIBATA

Oleh : Herlin Variani,S.Pd

 

 

What? Menulis? Are you serious?" Pertanyaan penuh cemooh di sebuah kantor itu diiringi suara tawa yang begitu riuh.

"Situ aja yang masih muda dan sehat. Kami dah tua dan sakit-sakitan." Imbuh yang lain. Tak ayal, suara gelak tawa semankin pecah dan terus bersahut-sahutan.

***

Pernah melihat kejadian seperti ini? Atau pernah merasakannya langsung? Benarkah menulis itu sulit? Kemampuan yang hanya dimiliki oleh pemuda saja? Atau oleh orang yang sehat saja? Apakah kemampuan menulis hanya milik manusia tertentu saja?

Mari kita coba kupas satu persatu tentang beberapa penulis yang melegenda berikut ini.

Toyo Shibata. Itu namanya. Munkin tak banyak yang kenal, bagi yang malas membaca. Ia seorang penulis puisi dari Jepang. Beliau seorang pensiunan yang mulai menulis ketika usia sudah menginjak sembilan puluh dua tahun. Saat berumur sembilan puluh delapan tahun, buku pun mulai disusun.

Ketika memasuki tahun ke sembilan sembilan dalam kehidupannya, antalogi pertamanya yang berjudul kujikenaide diterbitkan. Dalam bahasa Inggris Don’t Lose Heart, atau sebagian menerjemahkan dengan Don’t Be Frustated.

 Angka penjualan sangat fantastis, yaitu 1,58 juta eksemplar. Otomatis gelar penulis best seller diraih pada tahun 2010 oleh seorang nenek, yang kalau di negeri kita itu sudah masuk kategori usia sangat uzur.

Beliau menunjukkan pada dunia, usia tak jadi penghalang untuk melahirkan karya.

Beliau tutup usia pada umur seratus satu tahun. Namun karyanya masih dinikmati banyak orang sampai hari ini. Berapa umurmu sekarang sahabat?

Kita coba lirik tokoh lain. Dahlan Iskan. Itu nama yang penulis pilih berikutnya. Salah satu putra bangsa Indonesia yang pernah menjabat sebagai seorang menteri di negeri ini.

Beliau juga sangat suka merangkai kata penuh makna. Salah satu karya beliau berjudul "Ganti hati". Sekilas, dua kata itu terlihat mengerikan. Topik ganti hati, bukan sekadar majas sebagi penarik mata yang melihat. Namun itu memiliki makna sesungguhnya.

Kapan itu ditulis? Saat beliau sakit. Tapi bukan sakit flu biasa. Melainkan harus menjalani operasi pengangkatan dan proses transplantasi hati. Itu bukan penyakit ringan kawan. Namun beliau mampu melahirkan sebuah karya dalam kondisi yang jauh dari kata sehat itu.

Ternyata sakit tak menghalangi anak manusia untuk berkarya

Percayakah sahabat? Ada penulis yang mampu melahirkan karya walaupun tak punya tangan dan kaki? Siapa dia?

Cari sendiri ya, penulis membuat tulisan ini saat berada di atas bus dalam perjalanan pulang ke rumah dari tempat kerja. Alhamdulillah sekarang sudah hampir sampai, jadi kapan-kapan dilanjutkan lagi.

Satu pesan untuk kita semua, teruslah menulis untuk keabadian. Berikan hadiah pada diri sendiri dengan melahirkan karya. Munkin menurut kita, oretan yang dilahirkan tidak bermakna. Namun bisa jadi itu berdaya dobrak besar untuk pembaca.

Satu tujuan terbaik agar semangat menulis terjaga adalah untuk ibadah. Menebar manfaat untuk orang banyak.

Mampu menulis karena ada kemauan dan banyak latihan. Bukan karena anda luar biasa.

Key...See you next time. Saling mendoakan ya guys. Semangat selalu untuk melahirkan karya. Kita layak untuk itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar