Minggu, 26 Juli 2020

Keterlambatan yang Menyelamatkan

Keterlambatan yang Menyelamatkan

 

Oleh : Herlin Variani,S.Pd.

Guru SDN 11 Padang Sibusuk

 

Ahad pagi yang diiringi gerimis menciptakan butiran mutiara-mutiara kecil dirambut setiap insan yang disinggahinya. Suasana liburan dan dinginnya pagi sangat mendukung hasrat mata yang mulai redup untuk kembali merebahkan tubuh dan siap bermalas-malasan di tempat tidur. Namun panggilan Allah yang selalu memanggil para pemuda untuk terus menorehkan tinta sejarah dengan pena emas dalam perjuangan ini membuat langkah kaki tetap digerakkan. Mata yang meredup dipaksa untuk terbuka lebar. Dengan tekad membaja langkah kaki menuruti perintah otak untuk segera menyambut panggilan mulia ini.

Langkah demi langkah yang tertata rapi mulai menuju tempat dan waktu yang telah kita janjikan untuk fastabikhul khairat. Berlomba-lomba dalam kebaikan. Detik demi detik terus berlarian hingga jampun terkejar dan berlalu. Keberangkatan yang telah direncanakan dalam menyambut panggilan Allah molor hingga sembilan puluh menit hanya karena menunggu kehadiran seorang sahabat yang entah apa masalahnya. Kepastian dimana keberadaan yang bersangkutan berada tak didapatkan. Hanya sebuah pesan yang sampai bahwa yang bersangkutan akan ikut dan tak munkin ditinggalkan. Penyedia transportasi mulai menceracau sewot karena harus menunggu sekian lama. Sedangkan keberangkatan transportasi yang satu ini sudah diatur oleh perusahaannya dan ada dedlinenya yang tak dapat diganggu gugat. Semangat dan ribuan energi positif yang mendorong langkah kaki sejak bangun pagi hari mulai terusik. Hati yang begitu sumringah mulai digoda oleh ketidaknyamanan luar biasa.

Rasa keputusasaan mulai mengintai dan berbisik untuk meninggalkan yang bersangkutan. Kenapa langkah-langkah penuh tekad juang dan semangat muda ini harus terhalang atau dihiasi keterlambatan oleh satu orang yang informasinya tak didapat dengan jelas? Ketika sebuah keputusan yang sedikit diwarnai dengan emosi mulai berteriak untuk  meninggalkan sahabat yang satu ini, yang bersangkutan datang dengan langkah terburu-buru disertai sorot mata kecemasan dan rasa bersalah tentunya.

Rentetan kata maaf terurai dari pemilik wajah polos ini saat kami sudah duduk dalam armada yang siap membawa kami ke kota tujuan untuk menyambut panggilan Allah ini. Dalam suasana hening sesekali tetap terdengar ungkapan maaf dari sahabat yang terlambat ini kepada kami semua. Ungkapan maaf itu direspon dengan lembut sambil menganggukkan kepala dihiasi senyum dipaksakan yang terlahir dari hati yang diwarnai oleh kekesalan. Armada pun melaju dengan lancar tanpa rintangan walaupun air hujan turun tidak kompak telah membasahi sebagian jalan yang kami lewati.

Namun lancarnya perjalanan itu hanya berlaku lebih kurang tiga puluh menit saja. Armada yang ditumpangi tiba-tiba berhenti diringi pemandangan yang membuat mata sedikit tercengang. Armada-armada yang telah melaju kencang jauh sebelum kami berangkat terlihat berabaris rapi dihadapan kami. Kedua sisi jalan dipenuhi oleh kendaraan roda dua maupun roda empat. Tak satupun kendaraan yang melintas dihadapan kami dari arah berlawanan. Macet total. Ada apakah gerangan ? Belum  pertanyaan pertama terjawab terlihat sebuah truk kuning lalu lalang membawa tanah merah dan membuangnya ke sisi jalan di tepi jurang. Para penumpang dari kendaraan lainpun turun. Rasa penasaran memutuskan penulis untuk segera keluar juga dan bertanya.

“Longsor”.

Itu jawaban yang didapatkan. Terlihat dengan jelas tanah merah yang turun dari perbukitan sebelah kanan kami memenuhi jalan.

“Ya Rabb”.

 Inikah maksud yang ingin Engkau sampaikan kepada hati yang sempat berprasangka kepada sahabat seperjuangan kami. Andaikan langkah ini tak tertahan oleh sahabat yang telah terlambat, munkin kami akan kebosanan menunggu dalam waktu yang lama karena macet panjang. Lebih menakutkan lagi jika tadi berangkat lebih awal munkin tanah yang berjatuhan dari bukit menyapa armada yang kami tumpangi seperti yang pernah terjadi beberapa waktu silam yang memakan korban jiwa. Sepanjang jalan yang kami lewati di sebelah kirinya dihiasi oleh jurang yang kedalamannya puluhan meter dan sebelah kanannya dipagar oleh perbukitan yang menjulang tinggi. Setiap kali hujan turun jalan ini memang kerap memancing tanah yang menyatu membangun sebuah perbukitan ini untuk turun ke jalan bersama bebatuan yang telah lama bersemayam di bukit-bukit itu.

Sesaat kemudian suasana yang awalnya hening dan sedikit mencekam karena kaget  berubah riuh. Ucapan syukur dan Alhamdulillah serta terimakasih kepada saudara yang sudah terlambatpun berhamburan dari mulut kami. Besryukur karena keterlambatannya membuat kami terselamatkan dari marabahaya. Wajah-wajah yang awalnya ditekuk karena tersusupi rasa kesal dan kecemasan terlembat ketempat tujuan berubah menjadi sumringah dan tertawa kecil. Suasana berubah haru dan menyempatkan kami untuk selfie-selfie dengan back ground antrian panjang kenderaan dan lalu lalang truk mengangkut tanah yang turun ke jalan.

Sebuah pesan cinta hadir dari Sang Rahman yang sedikit menampar kami yang telah mengotori hati dengan prasangka dan kemarahan kepada sahabat sendiri. Tetaplah bersabar dalam menjalani takdir-takdir yang telah Allah tuliskan untuk kita jauh sebelum kita terlahir ke muka bumi ini. Sesuatu yang terlihat baik dalam pandangan mata manusia belum tentu itu baik. Begitupun sebaliknya. Kejadian yang menurut hati kita tidak menyenangkan dan tidak sesuai dengan keinginan hati boleh jadi itu cara Allah menyelamatkan hambaNYA dari marabahaya.

Hal-hal yang terjadi tak sesuai dengan keinginan dan harapan walaupun kita sudah berusaha maksimal sering mampir dalam kehidupan sehari-hari. Kita tidak perlu jengkel apalagi patah semangat dengan kondisi seperti itu. Perlu kita ketahui kondisi-kondisi seperti ini merupakan cara Allah untuk menghindarkan kita dari marabahaya. Jadi berdamailah dengan keadaan.

Sebuah keterlambatan dan kelalaian apapun itu bukan satu hal yang dapat dibenarkan. Namun kewajiban kita sebagai makhluk Sang Pencipta hanya melakukan ikhtiar dan do’a terbaik dalam setiap langkah dan keputusan yang kita ambil. Hasil akhirnya itu sepenuhnya hak Allah yang menentukan. Manusia hanya berperan sebagai perencana dan berusaha. Hasil seutuhnya itu hak Allah.

Maka dari itu, setelah kita berusaha melakukan yang terbaik apapun hasilnya tetaplah berprasangka baik pada Sang Pencipta. Sangat mustahil Sang Pencipta menginginkan keburukan pada hamba yang telah diciptakan dengan penuh cinta dan kasih sayang.Wallahua’alam Bisawwab

 

NB : Alhamdulillah, muat di koran Singgalang ; 11 Desember 2017


1 komentar: