Rabu, 29 Juli 2020

Viral Dalam derita


Oleh : Herlin Variani,S.Pd

Mata memanas. Bulir-bulir bening tak terbendung. Menganak sungai membasahi pipi pagi ini. Kebisingan kota seolah menghilang sejenak. Pikiran menerawang ke angkasa. Ada apa dengan negeriku?
Sebuah pemandangan ironis memenuhi layar gadget. Sosok tubuh renta penuh penderitaan. Tiada cahaya menghiasi matanya. Tak ada senyuman bergelayut di bibir.
Hanya tubuh ringkih penuh luka yang terlihat. Terbungkus pakaian yang sudah tak layak pakai. Pandangannya begitu redup. Kelumpuhan menyempurnakan kondisi rentanya.
Tinggal sebatang kara di sebuah hunian yang tidak layak disebut sebagai rumah. Melahirkan rasa iba bagi setiap mata yang memandang.
Jika perut si nenek lapar, ia memukulkan piring plastik ke lantai gubuk. Beruntung jika ada yang mendengar. Makanan pun bisa didapat melaui belas kasihan orang yang melihat.
 Malangnya, jika tak ada yang mendengar isarat dari si nenek, maka ia akan tertidur dalam kondisi perut kosong. Itu yang terlihat pada video yang tersebar tanpa terkendali pada media sosial.
Sebuah pemandangan pilu yang baru saja menggemparkan Ranah Minang. Melalui investigasi masyarakat setempat, terhimpun sebuah data mengejutkan. Ternyata nenek renta penuh derita ini memiliki seorang anak berpendidikan tinggi. Bahkan berkarir sebagai seorang kepala sekolah.
Tak ayal lagi, si anak menjadi santapan bulian. Bahkan bahan empuk untuk mempermanis berita. Hujatan terdengar begitu riuh. Wajah cantik anak terpampang begitu terang. Tak ada pemburaman gambar sama sekali.
Foto-foto cantik itu diiringi dengan pesan kutukan para netizen. Miris. Semua yang berada di posisi penonton merasa benar. Sibuk menghakimi, mencerca bahkan merendahkan.
*** 
Fenomena di atas baru saja terjadi. Menghiasi layar berita yang berasal dari Ranah Minang. Membuat geram setiap mata yang memandang. Kemarahan menyeruak.
Namun, penulis memiliki sedikit pandangan yang berbeda. Tak terbersit keinginan untuk ikut memviralkan berita tersebut. Bahkan mencoba mengingatkan pada rekan kerja. Untuk menghentikan penyebaran berita pilu ini. Karena tidak layak di konsumsi oleh publik.
Pada hakekatnya, penulis tidak memiliki hubungan apapun dengan objek berita yang menggemparkan ini. Kenal saja tidak. Namun, sebagai seorang pendidik, memiliki sebuah pandangan berbeda dengan para netizen. Mohon maaf untuk itu.
 Akan labih bijak jika yang dicari adalah solusi terbaik. Penghujatan belum tentu merubah keadaan. Bukan tidak munkin itu membahayakan dan merugikan banyak pihak.
Akan lebih arif jika kita coba mengkonfirmasi semuanya. Lalu mencarikan jalan terbaik. Hingga tak ada yang dirugikan. Beban psikologis dari berbagai pihak tak berdosa juga bisa diselamatkan.
Bagi kita yang melihat, itu semua bisa menjadi pelajaran berharga. Jangan sampai kita menjadi anak yang menelantarkan orang tua. Begitu banyak jasanya yang tak akan mampu kita balas.
Menyaksikan fenomena ini, sebagai seorang guru dan orang tua kita dapat mengambil hikmah bermanfaat. Hendaknya, kita lebih serius dalam menanamkan pendidikan karakter pada anak.
Akan sangat penting mendahulukan adab sebelum membekali mereka dengan pendidikan formal yang tinggi. Supaya generasi berikutnya yang terlahir tidak hanya cerdas. Tapi juga beradab.
Hingga, mereka tidak melakukan kesalahan yang sama. Menelantarkan orang yang telah membesarkannya. Lalu kita jadi korban berikutanyaa. Na’udzubillah. Semoga kita terhindar dari itu semua.
Tidak kalah pentingnya lagi, sebagai muslim dan kaum beradat kental seperti Minang kabau, hendaknya kita juga pandai dalam mengambil sikap.
Sudah menjadi rahasia umum, Minang Kabau memiliki semboyan yang melekat kuat pada syariat Islam. Yakni, Adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
Semboyan singkat ini memilki muatan pesan moral yang sangat padat. Menggambarkan, bahwa seluruh yang terkait dengan adat Ranah Minang ini memiliki dasar al qur’an. Landasan kebenaran yang tak bisa ditawar.
Berangkat dari sana, tak ada satu poin adat pun yang membenarkan kita diperbolehkan membuka aib orang lain. Begitu juga dengan aturan yang tertera pada al qur’an.
Tak ada pembenaran terhadap prilaku membuka kesalahan seseorang. Apa lagi jika itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Kalaupun harus dibuka, tidak untuk disajikan pada publik. Melainkan dalam sebuah ruang tertutup untuk kepentingan tertentu. Misalnya dalam ruang persidangan untuk untuk menyelesaikan sebuah kasus.
Untu kedepannya, mari semua kita bijak dalam bertindak. Apalagi mengelola media sosial. Perlu kehati-hatian yang ekstras. Agar tak salah langkah. Membahayakan diri sendiri dan merugikan orang banyak. Wallahua’alam

 NB : Alhamdulillah, tulisan ini di muat di koran Singgalang, Rabu, 29 Juli 2020 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar