Oleh : Herlin Variani,S.Pd
Allah Akbar
3x
Alunan suara
takbir begitu merdu. Menderu di setiap sudut rumah malam itu. Menghiasi malam
tanpa rembulan. Menyapa jiwa yang penat. Lelah melewati perjalanan mengejar
kenikmatan dunia fana yang penuh fatamorgana.
Gerimis
menderas. Membasahi relung jiwa. Menyaksikan fenomena tak biasa. Tanah suci
Mekkah Al Mukarromah sepi pengunjung di musim haji tahun ini. Kalimah talbiyah tak lagi menggema dahysat memenuhi penjuru langit seperti
tahun-tahun sebelumnya.
Gelombang
manusia tak terlihat. Lautan masa yang biasanya selalu memenuhi padang arafah
di hari raya kurban itu, kini seolah sirna. Tak ada nuansa berebutan mengejar “hajar aswad.” Tak terlihat langkah kaki bani
Adam dengan lari-lari kecilnya. Untuk mendapatkan syaf terdepan di Masjidil Haram
nan suci itu.
Sepi. Sunyi.
Semuanya dipenuhi ketenangan. Keramaian di musim haji tahun ini raib dari
pandangan mata.
Karena wabah
corona yang menyerang nyaris seluruh daratan
di bumi. Membuat berbagai kebijakan diambil. Protap kesehatan di jalankan hampir
di seluruh dunia. Demi menjaga keselamatan jiwa manusia. Dari terjangan makhluk
tak kasat mata, namun telah membuat banyak korban berjatuhan. Bahkan menyebabkan
angka kematian mulai tak terhitung.
Ia bagai
laskar di akhir zaman. Menghentikan kebisingan kota. Menyulap keramaian di berbagai
tempat menjadi area penuh kesunyian. Bahkan di era new normal ini pun angka positif terdampak covid-19 tetap saja naik
dengan tajamnya.
Ini penyebab
utama dua kota suci itu menjadi sangat sepi di musim haji tahun ini. Yakni
Makkah Al Mukarromah dan Madinah Al Munawarah. Walaupun biasanya terjadi
ledakan pengunjung muslim yang berasal dari seluruh penjuru dunia.
Momentum
besar bagi umat Islam yang kehadirannya selalu dinantikan tiap tahun, kini
disambut dengan hati berembun.
Tapi?
Lihatlah! Ada sebuah pemandangan menakjubkan. Memenuhi layar gadget dan media elektronik. Menyajikan
gambar bergerak. Aktivitas spiritual di tanah haram yang dilakukan segelintir
orang pada hari raya idul adha tahun ini.
Siapa
mereka? Mereka adalah para tamu Allah yang terpilih. Mengalahkan ancaman
pandemi covid-19. Mereka segelintir
umat Islam yang tahun ini mendapatkan hak istimewa. Untuk tetap bisa
melaksanakan ibadah haji di tengah wabah corona.
Hamba-hamba
pilihan itu tampak berjalan anggun melintasi masjidil haram. Tak ada langkah
tergesa dan saling mendahului. Bak pengantin dari surga. Mengelilingi ka’bah
dengan tenang. Tanpa ada kerumunan. Gerakannya sangat tertata dan teratur. Tak
terlihat aksi saling berdesakan.
Derap
langkah penuh kedamaian itu melalui lintasan sa’i. Tak ada kemacetan insan di
sana. Cahaya iman terpancar kuat dari wajah mereka. Tamu pilihan. Sedang menikmati
hidangan lezat dari surga.
Jiwa
tertegun. Benarkah ini petaka? Terhalangnya langkah kaki jutaan umat manusia. Untuk
menunaikan rukun islam ke lima.
Bahkan sempat
menghadirkan berbagai kecurigaan dan pemikiran buruk dari beberapa kalangan.
Karena gagalnya diberangkatkan ke tanah suci tahun ini. Padahal telah sabar
menunggu sejak belasan tahun lalu.
Tak sedikit
yang meraung. Menyesali keadaan ini. Khawatir usia tak sampai. Jika ibadah
dambaan semua anak cucu Adam ini ditunda. Penundaan keberangkatan tahun ini
otomatis akan memperlama jadwal menunggu jamaah haji tahun berikutnya.
Kecemasan
itu menghadirkan rasa risau dan gundah di hati saudara kita ini. Bahkan bukan
tak munkin, rasa resah itu juga menghampiri sanubari kita. Karena juga telah
mendaftar dan direncanakan berangkat belasan tahun ke depan. Namun dengan
ditundanya keberangkatan jamaah tahun ini, otomatis jadwal kita juga akan
tertangguhkan.
Tetapi, di
lain sisi nurani bertanya. Mungkinkah ini sebuah skenario indah dari Sang Pemilik
Ketetapan? Yang memiliki hak dan kekuasaan secara penuh. Untuk mengatur segala
sesuatu yang ada di langit dan di bumi.
Pikirpun
melayang. Sanubari berbisik. Sepertinya Allah yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang ingin memanjakan insan pilihannya tahun ini. Menikmati kekhusyukan tanpa
adanya gangguan keramaian di Baitullah sana.
Menghadapkan
wajah penuh harap dengan kekuatan iman yang dahsyat pada Sang Khalik. Tanpa adanya
hiasan kebisingan suara umat manusia.
Gerimis kian
menderas di dalam hati. Bukan lagi karena kesedihan yang mendera. Atau karena
kecemasan yang semankin mencuat. Bukan karena takut tertunda keberangkatan
untuk melaksanakan ibadah haji yaang telah lama diimpikan.
Tetapi air
mata yang turun kian deras ini. Disebabkan oleh rasa kecemburuan yang terus
memburu. Terhadap mereka hamba istimewa. Yang telah mencuri perhatian Sang
Pencipta. Lalu mendapat perlakuan khusus. Menerima rangkulan penuh cinta. Dari Sang
Maha Pemilik Cinta.
Menjadi
pengantin surga. Dilayani dengan perlakuan spetakuler di kota suci oleh Tuhan
Yang Maha Pencipta. Memperoleh keberkahan berlapis di hari raya idul adha ini.
Entah
seberapa istimewa ketaatan para tamu Allah itu selama ini. Sebuah amalan
unggulan yang munkin mereka miliki. Hingga langkah kaki untuk menunaikan ibadah
haji tak terhalang oleh wabah yang sedang melanda. Tak tertahan oleh kebijakan
pemerintah yang membatasi jumlah jamaah haji tahun 2020 ini.
Melihat
fenomena spetakuler yang terpampang secara terang di hadapan mata, hendaknya
kita dapat mengambil pelajaran berharga. Jangan saling melempar tuduhan atas
setiap kejadian yang menimpa kehidupan kita. Akan lebih baik jika selalu
berpikir positif dalam menghadapi kenyataan yang menghampiri diri.
Sebab, “apa yang anda alami hari ini adalah dampak
dari pikiran anda kemarin. Apa yang akan anda alami esok hari adalah dampak
dari pikiran anda hari ini. Pikiran yang sedang anda bayangkan saat ini sedang
menciptakan kehidupan masa depan anda.”
(Dr. Ibrahim Elfiky)
Tangisan sendu di malam takbiran Idul Adha
Kamis, 30 Juli 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar